Legenda Anak Pembantu Yang Menolong Sang Bupati






Di kota Cheongju, ada sebuah kuil bernama ‘Yonghwasa’. Kepala biksu di kuil itu terkenal dengan kekuatan tenaganya dan menguasai desa itu semaunya, sehingga kalau ada bupati yang menjabat disana harus memberi suap kepada kepala biksu itu agar bisa langgeng menjabat sebagai bupati, kalau tidak, bupati itu tidak bisa bertahan lama.

Seketika itu lelaki yang bernama Lee dipekerjakan sebagai bupati di Cheongju itu. Si Lee ini lagi pusing kepala memikirkan soal kepala biksu itu. Jika tidak memberikan suap, pasti mengalami susah payah disana, tapi dia tidak ingin melakukannya, karena merasa melukai harga diri sendiri. Namun tidak boleh menolak jabatan itu yang sudah diputuskan dari negara.
Waktu itu, anak pembantu yang menjadi satu tahun setelah kerja di bawah Lee itu bertanya, kenapa sang tuan merasa pusing setiap hari. 

Si Lee berpikir tidak ada jalan keluar kendatipun mengatakan kepada anak pembantu itu, tidak ingin menjelaskannya, tapi anak pembantu itu terus ingin mendengarkan alasannya dan bpk. tuan inipun mengatakan segala hal kepada dia.
Mendengarkan alasannya dari sang tuan, anak pembantu menyatakan dia bisa membereskan hal itu, sehingga meminta sang tuan agar langsung ke kota Cheongju sebagai bupati baru.
Lee masih khawatir, tapi percaya dengan anak pembantu yang pintar itu, dan langsung berangkat ke kota Cheongju. 

Setelah tiba di Cheongju, seperti yang diperkirakan, kepala biksu di kuil Yonghwasa mengirim surat untuk bupati Lee langsung datang ke kuil itu. Dengan mendapat surat itu, yang pergi ke kuil Yonghwasa adalah justru si anak pembantu. 

Anak pembantu bupati Lee tiba di kuil dan memanggil nama kepala biksu dengan suara keras beberapa kali. Mendengarkan suara panggilan nama, sang biksu terkejut, karena selama ini tak seorangpun yang berani memanggil namanya sendiri. Sang biktu ingin memarahi, tapi ternyata anak pembantu itu mempunyai tenaga luar biasa. Dia sedang menekan tiang batu dengan kukunya dan di tiang batu itu, terjadi bekas goresan kukunya dengan nyata. Melihat bekas goresan kuku si bocah itu, kepala biksu langsung merasa takut, sehingga menanyakan dengan hati-hati kenapa memanggilnya. Si anak bocah pembantu itu sambil memarahinya dengan mengatakan 'kenapa seorang biksu memanggil bpk. bupati dengan sembarangan, jika ingin ketemu kamulah yang datang ke rumah bupati.' 

Hari berikutnya, kepala biktu itu datang dan seperti yang telah diusul oleh si bocah pembantu, sang bupati menjatuhi hukuman cambuk, terus anak pembantu memukul kepala biksu dengan rambutnya.
Kata orang-orang, rambut bagaikan baja itu kena di tiang kuil, maka tiang itu segera jatuh, sampai-sampai bangunan kuil pun rusak. 

Ternyata si kepala biksu itu terlalu sombong dan angkuh, sehingga Tuhan yang tinggal di hutan Uamsan datang menjelma sebagai anak bocah pembantu dari sang bupati dan akhirnya si biksu yang jahat itu mendapatkan hukuman.
Infromasi Wisata

Kuil Yonghwasa masih berdiri kokoh di daerah Sajik berdekatan dengan gunung Uamsan, kota Cheongju, provinsi Chungcheong Utara. Jika membaca situasi pada waktu kerjaan Joseon ketika itu pemerintah menyinggung budaya Budha, tapi menyarankan Konfusianisme, seorang biksu tidak mungkin melakukan hal-hal seperti dalam cerita tadi, tapi membuat cerita seperti itu dengan maksud mengkritik pejabat-pejabat tinggi yang mengancam kenyamanan masyarakat dengan kekuatan politik mereka.


 IniSajaMo
Sumber Foto : Dirjen Warisan Budaya/kbs