Bagaimana Industri Hiburan Korea Mencetak Idola?



Industri hiburan di Korea berkembang kian subur. Budaya pop Korea, termasuk drama, film, dan musiknya dengan masif menginvasi negara-negara tetangga bahkan menyeberang ke benua Eropa dan Amerika.

Iming-iming popularitas dan penghasilan tinggi membuat banyak orang berlomba terjun ke industri ini. Jangan heran jika Anda menjumpai anak usia SD di Korea, ketika ditanya soal cita-citanya, dengan lantang menjawab, “Saya ingin menjadi bintang K-pop.”

Jawaban seperti ini kami dapatkan dari seorang bocah perempuan kelas 3 SD yang ikut dalam festival K-pop Rising Star di Kota Goyang, dalam rangkaian liputan Galaxy Superstar kami bersama YS Media. Lantas, saat ditanya mengapa ingin menjadi bintang K-pop, jawaban bocah itu lebih spektakuler lagi, “Hidup ini cuma sekali, maka kita harus jadi orang yang spesial, caranya dengan menjadi bintang K-pop.” Alamak, bocah sekecil itu sudah punya tujuan hidup dan cita-cita sebegitu kuat! Memangnya, apa, sih daya tarik menjadi bintang K-pop?

Stigma soal gaya hidup para bintang K-pop sedikit banyak sama dengan artis di Indonesia. Terkenal, cantik dan ganteng, banyak penggemar, diperlakukan istimewa di mana-mana, dan penghasilannya jelas besar. Apa benar hidup para bintang K-pop “seindah” itu? Hmm, sebelum menilainya, Anda harus tahu apa yang harus dilalui seseorang sebelum menjadi bintang K-pop dengan segala kenikmatannya.

Di Indonesia, jalan menjadi artis bisa ditempuh dengan berbagai cara. Dari yang sulit dan berliku, hingga cara mudah dan tidak sengaja. Masukkan video ke YouTube, ikut ajang pencarian bakat, bahkan tak sengaja bertemu produser di mal saja sudah bisa menjadi artis. Di Korea, ketidaksengajaan seperti ini bukan tak ada, tetapi tak lazim. Umumnya, para calon artis mesti melalui proses panjang dan berat sebelum bisa menikmati popularitas.

Bagaimana prosesnya? Apa saja syarat-syarat agar seseorang bisa menjadi artis? Kim Jin Woo, CEO Rainbow Bridge, perusahaan yang memberi sistem inkubasi dan pelatihan bagi calon artis, membeberkan semuanya kepada kami.

Menurut pria yang kami sapa Mr Kim ini, ada banyak syarat yang harus dipenuhi seseorang jika ingin menjadi bintang K-pop, terutama penyanyi. Kemampuan vokal yang baik jelas wajib. Di samping itu, harus memiliki bakat menari, memiliki penampilan yang berpotensi, rasa percaya diri yang tinggi, kepribadian yang baik, dan kecerdasan.

“Jika sudah punya wajah cantik dan tampan, itu bagus. Atau paling tidak, minimal penampilannya masih bisa diperbaiki lewat perubahan gaya. Terkadang ada orang yang penampilannya tidak bisa diperbaiki. Kalau sudah begitu mereka harus menjalani operasi plastik, olahraga, dan diet ketat,” kata Kim blakblakan.

Beast saat jadi mentor traine galaxy superstar

Melihat banyaknya anak muda Korea yang berambisi menjadi artis, kami bertanya-tanya, apa iya semua anak Korea pasti berbakat menyanyi dan menari?

Tidak juga. Mereka yang kemampuannya belum matang, biasanya berlatih di pusat pelatihan semacam kursus. Modern K salah satu tempatnya. Ada sekitar 1.200 murid Modern K yang juga dipimpin Kim Jin Woo, CEO Rainbow Bridges, membayar kursus demi memantapkan kemampuan di bidang musik. Tujuan mereka, tentu agar direkrut menjadi siswa pelatihan di berbagai manajemen artis.

“Kami secara rutin memantau mereka; ada level tes setiap 3 bulan sekali. Saat kami melihat mereka sudah cukup layak diinvestasikan dan dikembangkan, kami akan mengambil mereka. Dari sekitar 1.200 murid Modern K, nyatanya yang bisa masuk ke Rainbow hanya sekitar 50 orang,” ungkap Kim.

Setelah menjadi siswa pelatihan atau yang populer dengan istilah trainee, kehidupan menjadi calon artis sebenarnya baru dimulai. Menjadi trainee berarti dituntut berkomitmen terhadap perusahaan yang melatih, menjalani latihan sesuai waktu yang ditentukan, dan menaati semua peraturan yang ditetapkan. Aturan umumnya, wajib berlatih 6-8 jam sehari seminggu penuh, tidak boleh bermain, tidak boleh merokok dan minum alkohol, dan jika sudah dibentuk dalam grup mereka diwajibkan tinggal bersama dalam satu asrama.

Peraturan ini secara tak langsung menjauhkan mereka dari pergaulan di luar, termasuk soal pacaran. Hal ini diutarakan sekelompok siswa pelatihan Rainbow Bridge, yang sedang disiapkan untuk debut tahun depan. “Kami tidak boleh meninggalkan atau tertinggal jam latihan, tidak boleh bertemu teman-teman di luar, tidak boleh minum alkohol dan merokok. Kami, kan masih muda, masih ingin main, tapi tidak boleh,” ungkap mereka.

Pelatihan paling tidak mereka jalani selama dua hingga tujuh tahun sampai akhirnya debut sebagai artis. Apa yang membuat para trainee begitu patuh terhadap aturan dan tahan latihan bertahun-tahun? Membayangkan debut sebagai artis, itu yang menguatkan mental mereka. Melanggar peraturan atau tak menjalani latihan dengan baik bisa berakibat fatal, gagal debut atau menunggu lama sampai mereka dirilis sebagai artis baru. Untuk membunuh jenuh, saling curhat sesama anggota trainee terkadang menjadi obat. “Bagi kami saat-saat curhat membantu menghilangkan kejenuhan,” ungkap seorang siswa pelatihan Rainbow.

Setelah menjadi artis, hidup mereka tak semakin mudah. Sistem latihan terus berjalan. Lebih berat lagi, karena di samping latihan, hidup mereka didedikasikan penuh untuk menajalani rangkaian kegiatan promosi. Manggung, muncul di TV, membintangi iklan, wawancara, jangan pikir sempat bersantai. Pun jika ada waktu santai, mereka tak lagi bisa bebas bergerak di ruang publik karena penggemar siap menyerbu. Tapi tentu, ada “ganjaran” atas semua itu. Popularitas dan kantong tebal rasanya cukup membayar semua perjuangan.


Syarat dan ketentuan ideal yang diberlakukan manajemen artis dan pusat pelatihan tentu bukan tanpa sebab. Mereka yang akan merasakan dampak ekonomis paling besar jika si artis sukses, begitu pula sebaliknya.

Pasalnya mereka bertanggung jawab atas segala biaya sejak proses audisi, pelatihan, pembuatan album, video klip, hingga promosi. Biaya ini dianggap sebagai modal yang bisa dikembalikan kelak, jika sang artis berhasil meraup untung. “Nantinya saat mereka sudah menghasilkan keuntungan, kami kurangi biaya modal untuk menghitung untung bersih,” kata Kim Jin Wo, CEO Rainbow Bridge, salah satu perusahaan yang memberi pelatihan pada calon artis di Korea.

Kim yang pernah menjabat Direktur Cube Entertainment, manajemen artis yang membawahi B2ST, 4Minute, dan G.Na tahu betul seluk-beluk bisnis K-pop. Berapa dana yang dibutuhkan untuk debut sebuah grup K-pop? Tak bisa disamaratakan, tergantung jumlah lagu dalam album, video klip, dan biaya promosi.

Kim memberi gambaran, “Untuk debut grup C-Real, biaya yang dikeluarkan sejak mereka audisi, latihan, hingga pembuatan album menghabiskan biaya 500 juta won (sekitar 4 miliar rupiah). Biaya setelah debut album, untuk promosi, lebih besar lagi. Selama 1,5 tahun kami buatkan dua album singel. Satu album 500 juta won, ditambah biaya pemasaran sekitar 200-300 juta won, total 1,3 miliar won (sekitar 10,4 miliar rupiah),” papar Kim. “Untuk grup BAP, biaya yang dihabiskan mulai dari audisi, latihan, sampai buat satu album, termasuk biaya pemasaran mencapai 1 miliar won,” imbuhnya.

Tapi jangan ditanya berapa keuntungannya. Untuk artis seperti B2ST, keuntungannya bisa 14 kali lipat dari modal. “Untuk B2ST, selama setahun kemarin mereka mendapat keuntungan 15 miliar won. Jika biaya pembuatan album 1 miliar won, berarti keuntungan bersihnya 14 miliar won (sekitar 116 miliar rupiah). Angka itu yang dibagi dengan manajemen, artis, dan pihak lain,” beri tahunya.

Anda tercengang? Tunggu dulu. Jumlah itu termasuk rendah. Perusahaan entertainment besar seperti SM, YG, atau JYP biasanya mengeluarkan biaya 2-3 kali lipat dari biaya artis-artis di atas. Untuk boyband nomor satu seperti Super Junior, omzet mereka dalam setahun saja mencapai 100 miliar won (sekitar 800 miliar rupiah)! “Bisa dibilang setengah dari penghasilan SM Entertainment itu dari Super Junior,” ungkap Kim.

Jangan buru-buru tergiur untung berkali-kali lipat saat baru debut. Persaingan yang semakin ketat di industri K-pop membuat para grup baru harus bersaing sengit demi meraih popularitas juga untung. “Saat ini di Korea banjir girl dan boyband. Sekitar 100 grup baru debut dalam setahun, tetapi hanya satu dua saja yang bisa dibilang sukses. B2ST saja tidak langsung sukses di album singel pertama. Setelah album singel keempat, mereka baru benar-benar booming sehingga bisa menghasilkan keuntungan,” paparnya. Ini salah satu sebab, pelatihan harus dijalani dengan sungguh-sungguh dan maksimal.

Apa indikasi sebuah grup idola sudah sukses? Selain nominal yang mereka hasilkan, seberapa besar perhatian publik tertuju pada mereka. Semakin banyak fans, tentu sebuah grup bisa disebut sukses.



Source : tabloidbintang.com
Composed By TR@IniSajaMo