Son Byeong-hui tanamkan Semangat Kemerdekaan Bagi Bangsa Korea


 


Menyiapkan Kemerdekaan Bangsa Korea Di Uidong

Rumah Bonghwanggak yang terletak di pegunungan Uidong, Seoul menyambut genap 100 tahun pendirian pada tahun ini. Salah satu anggota dari 33 orang wakil bangsa Korea saat berlangsungnya gerakan kemerdekaan 1 Maret, Son Byeong-hui mendirikan rumah Bonghwanggak dengan membeli lahan di Uidong pada tahun 1911 untuk melatih pemimpin agama Cheondo yang mengambil bagian dalam kegiatan kemerdekaan. 




Memperkuat Negara Lewat Gerakan Menggelorakan Semangat Bangsa

Song Byeong-hui yang lahir di Cheongwon, Chungcheong Utara pada bulan April 1861 melewati masa remaja tanpa tujuan berarti akibat status sosial sebagai putra selir. Namun, saat dia menimba pembelajaran timur dinamakan 'Donghak' pada tahun 1882, dia bertemu dengan penerus agama Donghak ke-2, Choi Si-hyeong. Saat Revolusi Donghak terjadi pada tahun 1894, Son Byeong-hui berperan sebagai tokoh utama pergerakan Revolusi Donghak bersama Jeon Bong-jun. Setelah itu, dia menjadi penerus Donghak ke-3 pada tahun 1897 dan berupaya untuk menyebarluaskan paham Donghak, dan pergi ke Jepang pada tahun 1901 untuk mengalami perubahaan dunia.

Pengalaman di Jepang menjadi dinamika untuk mengubah konsep pergerakan Revolusi Donghak, maka dia berupaya untuk menggelorakan semangat bangsa Korea sebagai cara menyelamatkan negara.

Pada waktu itu, Rusia dan Jepang menimbulkan perang antar Rusia-Jepang. Son Byeong-hui memanfaatkan perang tersebut sebagai peluang baru untuk memperoleh kemerdekaan. Pada tahun 1905, dia mengubah nama Donghak sebagai Cheondogyo, dan tahun berikutnya, pulang ke Korea. 



Menjadi Tokoh Utama Diantara 33 Orang Wakil Bangsa Korea


Song Byeong-hui berupaya untuk menggelorakan semangat bangsa Korea. Khususnya, dia mendirikan banyak sekolah untuk menyelamatkan negara lewat pendidikan, dan juga melakukan upaya budaya dengan pendirian perusahaan penerbit 'Boseongsa.'

Setelah berita mengenai rencana deklarasi kemerdekaan Korea 8 Februari dari para pelajar Korea di Tokyo pada bulan Januari 1919 disampaikan, para pejuang kemerdekaan mempercepat proses kegiatan kemerdekaan untuk memberitahukan alasan mengapa Korea menjadi negara merdeka di sidang perdamaian yang diadakan di Paris, Prancis.

Son Byeong-hui juga menghadirkan tokoh-tokoh di dunia agama Kristen dan Buddha, dan berperan penting untuk kegiatan kemerdekaan. Para wakil di bidang masing-masing sepakat melakukan kegiatan kemerdekaan secara populer, penyatuan, dan damai, serta membuat surat proklamasi kemerdekaan. Surat proklamasi kemerdekaan yang ditulis oleh Choi Nam-seon dicetak di Boseongsa, serta 15 orang wakil dari agama Cheondogyo, 16 orang dari agama Kristen, dan 2 orang dari agama Buddha memberi tanda tangan untuk hari 1 Maret. Akhirnya, pada tanggal 1 Maret, 33 orang wakil bangsa Korea menyemarakkan gerakan kemerdekaan 1 Maret, dan pergerakan tersebut menyebar ke seluruh wilayah Korea. Gerakan kemerdekaan tersebut membuahkan hasil, yaitu munculnya 8 pemerintah sementara di seluruh wilayah Korea, dan kemudian pemerintah sementara tersebut disatukan sebagai pemerintah sementara di Shanghai, Cina.


Pemimpin Bangsa Menyaksikan Masa Depan Negara

"Walaupun kita berteriak 'manse' pada hari ini, kita tidak dapat memperoleh kemerdekaan, namun kita harus berteriak 'manse' untuk membangunkan semangat kemerdekaan di hati bangsa Korea" Itulah ucapan dari Son Byeong-hui yang disampaikan sebelum berlangsungnya proklamasi kemerdekaan 1 Maret.

Hingga meninggal dunia dalam usia 62 tahun pada tahun 1922, Son Byeong-hui tetap mengupayakan masa depan negara. Pada saat inipun dimana rumah Bonghwagak didirikan untuk memperoleh hak negara menyambut genap 100 tahun, semangat patriotisme Son Byeong-hui tetap diperingati oleh bangsa Korea.  




Source :KBSworld/IniSajaMo








































Comments