Maestro di bidang seni lukis modern Korea, Lee Ung-no

 Maestro di bidang seni lukis modern Korea, <strong>Lee Ung-no</strong>



Menambah nuansa modern pada tradisi


Memasuki tahun 1930-an, dunia seni lukis dilanda tren baru, seperti fauvisme dan ekspresionisme. Sesuai dengan tren seperti itu, ada pelukis muda Korea Selatan yang menambah nuansa modern pada cara melukis tradisional. Dia tiada lain adalah seniman yang membuka ufuk baru di dalam sejarah seni lukis Korea Selatan, Goam Lee Ung-no. 




Menyulam bambu di kertas


Lee Ung-no yang lahir di Hongseong, Chungcheong Selatan pada tahun 1904 pindah ke Seoul saat dia berusia 19 tahun. Di Seoul, dia mempelajari kaligrafi dibawah bimbingan gurunya Kim Gyu-jin dan meraih hadiah sebanyak beberapa kali lewat lukisan bambu yang dia lukiskan. Dengan demikian, dia mengibarkan namanya sebagai pelukis bambu.

Setelah itu, dia berupaya untuk terlepas dari cara melukis tradisional yang melukis Sagunja, yaitu empat jenis tanaman yang terdiri dari persik, anggrek, seruni dan bambu. Namun, akibat Perang Korea, dia mengalami kesulitan pribadi, dan dia menunjukkan penampilan masyarakat yang ingin mengatasi kekacauan akibat perang lewat karyanya. 



 
Melukis alam dan manusia lewat berbagai cara melukis


Lee Ung-no pergi ke Paris, Prancis saat dia berusia 55 tahun pada tahun 1958. Dia menciptakan karya lewat cara melukis baru yang dipengaruhi oleh seni lukis abstrak di Eropa. Dia selalu menciptakan karya yang terasa eksperimental dan berhasil melepaskan batasan yang dimiliki lukisan tradisional Korea. Akhirnya, karya Lee Ung-no mendapat sorotan dan evaluasi tinggi.

Pada tahun 1962, dia membuka pameran pribadi pertama di galeri ‘Paul Facchetti’ yang menguasai gerakan seni lukis ‘Informel’ di Paris. Pada waktu itu, dia menampilkan karya abstrak yang memanfaatkan cara melukis ‘collage’, dan namanya semakin terkenal di dunia seni lukis Eropa.

Pada tahun 1964, dia mendirikan sekolah khusus seni lukis Oriental di Paris, sehingga mengajarkan kaligrafi dan lukisan Sagunja kepada masyarakat Eropa. Pada tahun berikutnya, dia meraih hadiah terbaik di Viennalle Sao Paulo ke-8, dan menarik minat seni lukis di dunia. Setelah itu, karyanya terus dipamerkan di museum atau galeri di Paris, Jerman, Swiss, Denmark, dan negara-negara lainnya.

Demikianlah, Lee Ung-no mengekspresikan gerakan aktif dari manusia dan alam lewat berbagai cara melukis. Namun, 10 tahun sebelum dia meninggal dunia, dia hanya memusatkan pikirannya untuk melukis manusia. Setelah adanya gerakan demokrasi Gwangju pada tahun 1980, dia mengungkapkan perdamaian dan komunikasi antar-manusia lewat penampilan sejumlah orang yang berdansa.

Seri lukisan seperti itu menunjukkan pandangan seni yang dia peroleh sepanjang hidupnya sambil mengalami berbagai kasus di dalam sejarah modern Korea meliputi Perang Korea, kekacauan politik, dll. Dari segi itu, karyanya adalah hasil dari kepercayaan diri sendiri, yaitu seniman harus mengandung era di dalam karya.

Namun, dia meninggal dunia secara tiba-tiba akibat serangan jantung secara mendadak di Paris pada tahun 1989, saat dia mempersiapkan pameran di Korea setelah dia mengadakan acara pameran pribadi terakhir di Tokyo, Jepang pada tahun 1985. Jenazahnya ditempatkan di makam Pere Lachaise Paris yang tersedia demi seniman unggul yang berkegiatan di Paris. 








Membuka ufuk baru di dalam sejarah seni lukis Korea


Pelukis Lee Ung-no yang membentuk dunia baru baik di dunia Oriental maupun di dunia Barat... Karya yang membuka ufuk baru di dalam sejarah seni lukis modern Korea lewat kreativitas masih dipamerkan di Museum Seni Dekorasi Nasional Prancis dan The Museum of Modern Art, New York. Semangatnya yang tercermin dalam karya sepanjang hidupnya masih dirasakan oleh masyarakat dunia sebagai ‘nilai bersifat masa depan.’






Source :kbs world

Comments