Menyoroti Penampilan Lee Ji-ham Yang Benar
Pada saat mengakhir akhir tahun dan menyongsong tahun baru, masyarakat Korea mencari sebuah buku dinamakan 'Tojeong Bigyoel'. Meramalkan keuntungan atau nasib sepanjang tahun dengan menggunakan tanggal lahir dan trigram lewat buku itu telah menjadi adat istiadat yang biasa dilaksanakan menjelang awal tahun.
Oleh karena itu, masyarakat menganggap penulis buku tersebut, Lee Ji-ham sebagai orang yang memiliki kemampuan tinggi yang mampu meramalkan masa depan, namun kita dapat menemukan penampilan yang lain jika menjejaki kehidupannya secara lebih saksama.
Orang Ajaib Yang Menyampaikan Buku 'Tojeong Bigyeol'
Lee Ji-ham yang lahir pada tahun 1517 di Boryeong, propinsi Chungcheong belajar di bawah asuhan kakak sulungnya setelah ayahnya meninggal dunia saat dia masih berumur 14 tahun.
Setelah menikah, dia belajar lagi di bawah seorang filsuf, Seo Gyeong-deok dan mempunyai pengetahuan di berbagai bidang meliputi bidang medis, metametika, astronomi, geografi, dll. Berdasarkan pengetahuan yang luas, dia memiliki kemampuan ajaib yang dapat meramalkan masa depan seseorang, sehingga dia pernah meramalkan terjadinya invasi Jepang ke Korea pada tahun 1592.
Sementara, dia tinggal di rumah yang dibuat dengan tanah liat di sekitar sungai, namun tanah di sekitar rumahnya tidak pernah basah walaupun terjadi banjir yang besar, sehingga peristiwa itu membuat dia mempunyai nama pena 'Tojeong' yang berarti 'orang yang tinggal di paviliun tanah'. Namun, penampilan Lee Ji-ham yang sebenarnya terdapat di buku 'Bukhakui' bukan di 'Tojeong Bigyeol'.
Orang Ajaib, Berimpian Untuk Melakukan Reformasi
Di dalam sebuah buku yang mengandung semangat dari pembelajaran praktis 'Silhak' pada abad ke-18 berjudul 'Bukhakui', terdapat tuntutan Lee Ji-ham untuk menyelamatkan rakyat yang miskin lewat perdagangan luar negeri.
Saat dia belajar di bawah guru Seo Geong-deok, dia memiliki ide yang inovatif di bidang sosial dan ekonomi dan lewat buku itu, dia mengutamakan bidang perdagangan yang sempat diabaikan pada waktu itu. Untuk mempraktekkan pandangannya, dia mengajarkan cara berdagang dan cara memproduksi untuk rakyat sambil mengelilingi seluruh penjuru daerah di Korea. Untuk memberikan dukungan penuh kepada rakyat yang miskin, dia rela menjadi pegawai pemerintah dalam usia 50-an tahun. Sebuah badan dinamakan 'Geolincheong (걸인청)' yang dibangun untuk para tunawisma berfungsi agar rakyat-rakyat yang miskin dan lemah menjalani hidup mereka dengan penuh semangat. Dengan kata lain, Lee Ji-ham menunjukkan apa artinya ilmu yang sebenarnya bagi rakyat.
Demikianlah, Lee Ji-ham mempraktekkan filsafat dan pandangannya sendiri berdasarkan kasih sayang terhadap rakyat, namun dia meninggal dunia pada tahun 1578. Saat dia meninggal dunia, seluruh rakyat merasa sedih seperti halnya kehilangan orang-tuanya.
Di sisi lain, ada tuntutan dimana buku ‘Tojeong Bigyeol' tidak ditulis oleh Lee Ji-ham, melainkan seseorang yang meminjam nama penanya 'Tojeong', namun demikian tidak dapat menyangka Lee Ji-ham menjadi pelopor yang cepat menyadari betapa pentingnya bidang ekonomi dan sains.
KBS Korean History/IniSajaMo
Comments
Post a Comment
Terima Kasih sudah memberikan komentar dihalaman IniSajaMo