Teladan Pertama Sebagai Wanita Modern, Pelukis Na Hye-seok

Di Indonesia setiap tanggal 21 April kita memperingati Hari Ibu Kartini yakni salah satu tokoh pejuang wanita yang berjasa memperjuangkan emansipasi wanita Indonesia. Cerita tentang Ibu Kartini tentu kita semua sudah tahu. Kali ini saya akan memperkenalkan salah satu wanita pejuang dari Korea yang kisah perjuangannya  mirip dengan Ibu Kartini, yakni kesetaraan wanita dan Pria.


Wanita Yang Mendahului Era

Biasanya, kita menyebutkan orang-orang yang berjalan terdahulu di jalan yang belum dijajaki oleh siapapun sebagai pelopor. Alasannya adalah karena generasi berikutnya dapat berjalan kaki di jalan itu tanpa rasa khawatir berkat jalan yang mereka kembangkan. Oleh sebab itu, pelopor sangat diperlukan pada era perubahaan, namun menyadari sesuatu secara lebih dulu juga memerlukan keuletan yang besar. Nah, dari segi seperti itu, pelukis lukisan Barat pertama Korea, Na Hye-seok merangkap penulis novel dan aktivis, menjalani hidup yang penuh kesengsaraan.

Na Hye-seok Yang Selalu Menapaki Jalan Pertama

Na Hye-seok yang lahir di kota Suwon dari keluarga kaya pada tahun 1896 menunjukkan bakat luar biasa dari segi seni sejak masih kecil. Saat dia berusia 17 tahun, dia pergi ke Tokyo, Jepang untuk belajar seni lukis. Demikianlah Na Hye-seok menjadi pelajar wanita Joseon pertama yang belajar seni lukis di Jepang dan setelah itu, dia mewkili wanita modern.

Setelah kembali ke Seoul dengan tamat pada tahun 1918, Na Hye-seok bekerja sebagai guru seni lukis dan juga melakukan kegiatannya sebagai penulis novel wanita dengan menuliskan cerpen. Selain itu, saat belangsungnya gerakan perjuangan kemerdekaan 1 Maret 1919, dia dipenjara karena ikut serta dalam gerakan tersebut.

Sementara, Na Hye-seok menikah dengan seorang diplomat Kim Wu-yeong pada tahun 1920. Suaminya yang cukup memahami dan menghormati kepribadian dan bakat isterinya, memberikan dukungan penuh untuk kegiatan seni isterinya serta pada tahun 1921, Na Hye-seok memperoleh kesuksesan yang besar dengan mengadakan acara pameran pertama sebagai wanita Joseon.

Demikianlah, Na Hye-seok menciptakan citra wanita yang baru, dan pada tahun 1927 dia mengadakan perjalanan ke luar negeri bersama suami. Namun, perjalanan itu memberikan kebahagiaan dan juga kemalangan kepadanya.

Wanita Modern Yang Melakukan Tantangan Terhadap Era

Perjalanan ke Eropa selama 3 tahun bersama suaminya menjadi pedorong untuk memperoleh ilham dan bermanfaat untuk menyadari kedudukan wanita di dunia Barat, namun pertemuan dengan pemimpin agama Cheondo, Choi Rin di kota Paris mengubah kehidupan Na Hye-seok. Choi Rin yang memiliki banyak pengalaman dan perhatian pada lukisan cukup menarik minat Na Hye-seok. Akibatnya mereka saling jatuh cinta, sehingga Na Hye-seok diceraikan oleh suaminya pada tahun 1931.

Namun demikian, Na Hye-seok malah melakukan kegiatan seni secara aktif. Pada tahun 1934, dia menuliskan sebuah tulisan tentang perceraian untuk mengajukan masalah diskriminasi antara laki-laki dan wanita, namun tantangan yang berani itu yang berlawanan dengan suasana Joseon yang mengutamakan laki-laki pada waktu itu gagal mendapat dukungan dan pengakuan masyarakat.

Akhirnya, dia meninggal dunia pada tahun 1948 dan hal yang sangat disayangkan adalah bahwa kuburannya belum ditemukan sampai saat ini. Na Hye-seok yang berbakat tinggi dan menjalani hidupnya dengan aktif untuk menuntut hak wanita... Tidaklah berlebihan bila mengatakan bahwa dia adalah salah satu pelopor yang mendahului era.




Source Korean history.

Comments