Dedikasi Sang Menantu

Di sekitar gunung Palbong di kota Gongju, seorang wanita menikah dengan seorang laki-laki yang sangat miskin. Pada jaman dahulu di Korea, jika seseorang menikah, mereka harus tinggal bersama dengan orang-tua dari pihak laki-laki dan wanita yang sudah menikah tidak boleh hidup ataupun berjumpa dengan keluarganya dengan semaunya.
Suatu hari, suaminya sedang bekerja di sawah, dia tiba-tiba meninggal dunia akibat tersambar petir. Akan tetapi untuk menjaga ayah mertua yang sudah usur dan tubuhnya sangat lemah, wanita itu sama sekali tidak mau meninggalkan sisi ayah mertua yang tertinggal sendirian oleh anak, yaitu suaminya dia. Keadaan rumahnya yang lagi miskin sekali... Wanita itu mencari nakfah dengan susah payah untuk menjaga ayah mertuanya. Ayah mertua yang merasa kasihan meminta terus kepada menantu untuk pulang ke rumahnya sendiri, tetapi sang menantu ini malah berkata rumah baginya sudah bukan disana, tapi disini yang tinggal ayah mertua dan dia akan selamanya berbakti kepada ayah mertua sebagai ganti suaminya.

Suatu musim gugur menjelang hari raya Chuseok, sang menantu merasa khawatir akan kehabisan duit untuk membeli obat buat si ayah mertua, sehingga tidak ada uang untuk melakukan acara peringatan leluhur dan sesajen pada saat Chuseok itu. Si menantu berpikir-pikir dan berpikir bagaimana caranya untuk mengatasi ini semua, tetapi lama-lama dia kepikiran sesuatu hal. Akhirnya, dia berlari-lari dan melewati beberapa bukit dan tiba di rumah asal dia, yaitu rumah dimana orang-tuanya sedang tinggal. Kemudian, secara diam-diam dia mengambil padi-padian sedikit dari gudang rumahnya.

Pas saat itu ada yang melihat kejadian itu, yaitu ayah wanita itu. Sang ayah sambil memandang kepergian anaknya yang mengambil padi-padian itu, terus menangis dengan merasa kasihan. Anak yang kasihan sekali itu menjadi menantu di keluarga yang miskin dan kehilangan suami, betapa kehidupannya susah payah hingga sampai-sampai mencuri padi-padian di rumahnya sendiri.
Nah, begitulah sang menantu bisa melakukan sesajen ke leluhur dan suami yang meninggal menyambut hari raya Chuseok.

Setelah beberapa hari berlalu sejak hari raya Chuseok tiba, ketika matahari belum terbit, dari luar terdengar suatu bunyi.

Sang menantu coba keluar, maka disana seseorang meletakkan padi-padian yang lumayan banyaknya. Dia coba berpikir-pikir siapa ya...yang membawa padi-padian yang berharga itu, tapi tidak bisa ketemu jawabannya.
Beberapa hari berlalu lagi, terdengar lagi suatu bunyi di luar pada dini hari, hingga sang menantu langsung keluar. Ternyata, sang ayah sedang membawa padi-padian dan ubi untuk membagi-baginya kepada anak. Sang menantu menghentikan kepergian ayah, tapi sang ayah yang khawatir akan ketahuan oleh orang lain, tergesah-gesah pergi dengan meninggalkan kata-kata 'jika mengalami kesulitan lagi, kapan saja datang ke rumah..' Dari mata sang menantu meneteskan airmata tanpa henti-henti, dan sang ayah yang melangkah ke kembali rumah juga menangis tersedu-sedu.

Infromasi Wisata

Selama liburan hari raya Chuseok kali ini, di sekitar alun-alun Gwanghwamun Seoul, diadakan berbagai acara seni-budaya yang dapat merasakan budaya tradisional Korea, termasuk pertunjukan musik tradisional Korea, pameran gratis dll.. Selain itu banyak galeri atau museum juga dibuka dengan gratis pada hari Chuseok, dan berbagai acara khas diadakan di daerah masing-masing di seluruh pelosok Korea. 


KBS@IniSajaMo

Comments