Jo Gong-rye

 


Penyanyi master, Jo Gong-rye lebih akrab dengan panggilan nenek daripada penyanyi master. Dia tidak pernah mendapat pendidikan formal untuk bernyanyi seperti penyanyi-penyanyi lain. Dia bernyanyi untuk mencari nafkah.

Dilahirkan dan dibesarkan di daerah Jindo, kota kelahiran Sori, dia belajar Sori yang dapat memiliki kesan mendalam dari kehidupannya yang melelahkan. Suaranya menjadi dikenal berkat orang yang datang dari luar daerahnya setelah mendengarkan nyanyian secara kebetulan. Daerah Jindo merupakan pulau, tapi kebanyakan warga penduduk pulau itu lebih banyak bertani daripada menangkap ikan di laut.

Pada saat musim dingin setelah panen, para warga penduduk belajar menyanyi dan menari dari pakar di bidang musik termasuk bernyanyi. Tradisi itu memungkinkan bahwa berbagai jenis aset budaya tak berwujud seperti Jindo Ssigimgut, Ganggangsullae, atau Dasiraegi dapat dilestarikan hingga sekarang.

Penyanyi master Jo Gong-rye lahir di Jindo pada tahun 1925. Ayahnya senang bermain dan bernyanyi tanpa bekerja. Setiap kali pulang ke rumah, dia mengundang warga penduduk desa untuk bermain bersama-sama dengan bernyanyi Sori. Sejak usia dini, Jo Gong-rye mengikuti nyanyian Sori ayahnya dan bernyanyi setiap kali dia bisa. Ketika dia berusia 17 tahun, dia menikah untuk melarikan diri menjadi seorang penghibur wanita bagi tentara Jepang. Suaminya yang ikut wajib militer ke Hokkaido di Jepang kembali setelah 5 tahun dengan wanita lain. Sementara itu, ibu mertua terus bersikap keras pada Jo yang harus bertahan hidup dan membesarkan anak-anaknya dengan menjual terasi udang. Sepanjang hidupnya yang mengalami kepahitan itu, nyanyian Sori menjadi kekuatan untuk mengatasi banyak kesulitan dalam hidupnya.

Selama bernyanyi di depan warga penduduk desa untuk memperoleh kekuatan untuk hidup, dia memiliki kesempatan untuk mengikuti Kompetisi Seni Tradisional Nasional pada tahun 1971. Jo mempertunjukkan nyanyian "Deulsori" yang sering dinyanyikan waktu bertani di daerah Jindo.

Dengan memenangkan Penghargaan Perdana Menteri, Deulsori dari wilayah selatan menarik perhatian masyarakat. Pada tahun 1973, nilai dari lagu Jindo diakui dan ditetapkan sebagai Aset Budaya Penting tak berwujud No 51 dan pada saat yang sama, penyanyi master Jo juga mendapat penghormatan gelar sebagai pemegang seni pertunjukan Deulsori.

Meskipun dia dengan rendah hati mengatakan bahwa dia tidak bisa memperbaiki lagunya karena kurangnya pengetahuan, jadi dia ingin mengikuti nyanyian Sori yang dipelajarinya sejak masa mudanya.

Penyanyi master Jo Gong-rye meninggal dunia pada tahun 1997, tapi putrinya, penyanyi master Park Dong-mae mewarisi semangat ibunya.


Source : kbs co.kr/indonesia
TR@IniSajaMo
TAKE IT OUT WITH FULL CREDIT !

Comments