Raja Jeongjo


Kalau ada nama seorang Raja di Korea Selatan yang paling banyak disebut dan pemujaan terhadapnya pasti terlihat dimana-mana maka raja itu tidak lain adalah Raja Jeongjo.

Raja Jeongjo adalah Raja ke-22 pada masa kerajaan Chosun, raja Jeongjo merupakan raja yang dihormati oleh rakyat karena dia sangat jujur dan baik hati. Dengan kata lain, raja Jeongjo berperilaku baik dan sopan, serta mencintai ilmu. Seperti gelar yang berarti 'menjadi orang seperti bulan yang menyoroti seluruh rakyat', raja Jeongjo berhasil membangkitkan kembali politik dan budaya di tengah-tengah konflik dan perselisihan antar partai.

Setelah ayah raja Jeongjo, yaitu pangeran Sado meninggal dunia secara tragis saat dia masih kecil, raja Jeongjo menjadi raja di tengah-tengah kekacauan politik. Namun, sejak dia menjadi raja hingga meninggal dunia dalam usia 49 tahun, raja Jeongjo memimpin kerajaan Chosun menjadi lebih kuat dan kokoh lewat kewenangan raja yang kuat dan pembaruan sistem yang menyeluruh. Kehidupan raja Jeongjo seperti itu serasi dengan keinginan di era ini yang mengejar reformasi dan perubahaan, sehingga disoroti kembali lewat berbagai pandangan.

Selama lebih dari 500 tahun, Dinasti Joseon memerintah Semenanjung Korea. Selama 13 tahun lebih, Dinasti tersebut memerintah sebagai kerajaan teratas di semenanjung yang sama. Bangsa ini dibangun di atas ideologi Konfusius, etiket, korupsi pemerintah dan penindasan. Hingga abad -20 dinasti ini bertahan dan berkembang. Dinasti ini juga menghasilkan beberapa aset budaya yang paling indah yang telah diakui oleh dunia.
Pada masa Raja Jeongjo inilah Admiral Yi Soon Sin juga mencapai kejayaannya.
32 tahun masa pemerintahannya adalah masa keemasan
Hal lain yang ia lakukan pada masa pemerintahannya adalah membangun Benteng Hwasong
Benteng Hwasong masuk ke dalam daftar "Warisan Dunia UNESCO" pada tahun 1997.
Benteng itu adalah kota terencana pertama di dunia yang memadukan fungsi pertahanan dan komersial. Tempat itu merupakan benteng gunung
yang datar, jenis yang tidak ditemukan di Cina atau Jepang. Dan Raja Jeongjo sendirilah yang merancang benteng tersebut.

Pada tahun 1789, tahun ke-13 masa kekuasaanya, Raja Jeongjo memutuskan untuk memindahkan makam ayahnya ke Suwon. Dia menamai tempat pemakaman baru itu Heon-ryoong-won dan melakukan ziarah berkala, b
erpakaian dalam seragam militer serta membawa sejumlah kelompok besar pasukan pengawal kerajaan. Pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kematian Putera Mahkota Sado gemetar ketakutan ketika menyaksikan pemandangan agung rombongan kerajaan yang mengunjungi makam dua kali setahun itu. Jumlah para pengikut yang menyertai rombongan meskipun berbeda-beda, suatu saat pernah mencapai 10.000 ribu orang.Selama masa kunjungan berkala ke makam itu, Jeongjo memutuskan untuk membangun sebuah benteng besar di sana. 
 Dengan keliling 5.774 meter dan luas sekitar 130 hektar, sisi timur benteng merupakan tanah datar dan bagian barat adalah lereng. Hanya di luar tembok yang dibuat tegak, sementara di bagian dalam sepenuhnya memanfaatkan topografi tanah alami. Jadi untuk bisa sepenuhnya mengagumi benteng yang dinamakan Suwon Hwaseong tersebut, seseorang harus melihat baik ke dalam maupun di luarnya. Pemandangan dari sisi musuh di luar dan pemandangan dari dalam benteng sangatlah berbeda. Tidak seperti sembarang bebatuan kasar yang biasanya ditumpuk untuk membangun benteng pada masa itu, secara rapi disisipkan batu bata berbentuk persegi untuk membuat tembok Hwaseong. Juga disiapkan tempat untuk mengatur tata letak persenjataan baru seperti senjata api, sehingga membuat tempat itu juga bisa berfungsi sebagai sebuah benteng militer.

Selama masa kekuasaannya, Jeongjo mengunjungi benteng di Suwon sebanyak 13 kali, dan di antara itu kunjungan terbesar terjadi pada tahun
1795; yaitu bertepatan dengan ulang tahun ibunya yang ke-60. Ratu Suri Puteri Hong usianya sama dengan mendiang suaminya, yaitu Putera Mahkota Sado, sehingga Jeongjo harus memperbaharui ungkapan perasaannya bagi sang ayah sembari menyiapkan pesta ulang tahun. Jadi, sang raja memutuskan untuk menyelenggarakan acara perjamuan di benteng dimana ayahnya dimakamkan, meskipun benteng itu belum selesai dibangun. Ulang tahun ibunya di bulan Juni tetapi mengingat bulan itu menjadi musim bertani yang paling sibuk dalam setahun, maka pesta besar itu direncanakan untuk dimajukan lebih awal.
Jeongjo berangkat ke Suwon dengan 60.000 orang pengikutnya, termasuk 5.000 prajurit dan sekitar 800 kuda. Hal tersebut sejauh ini menjadi peristiwa terbesar sejak berdirinya dinasti Joseon. Prosesi kerajaan ke Suwon begitu panjangnya waktu itu sehingga kepala iring-iringan telah mencapai Sungai Han tetapi ekornya baru beranjak meninggalkan istana. 
Sampai sekarang Festival Hwaseong dirayakan di Suwon setiap bulan Oktober. Peristiwa tahunan ini mencakup pula penyelenggaraan pawai Jeongjo yang termasyur. 5.000 orang ikut serta dalam iring-iringan. Konstruksi dimulai pada Januari 1794 dan selesai pada September 1796 di bawah pengawasan Chae Je-gong, mantan menteri dan hakim dari Yeongjungchubu County.Menandai penyelesaiannya, Jeongjo memerintahkan untuk menerbitkan sebuah laporan mengenai proses pembangunannya. 
Buku yang terbit lima tahun kemudian itu sangat mengagumkan dengan kecanggihan cetakan hurufnya, isi gambar dan ketrampilan cetakannya yang maju. Namun hal yang paling menakjubkan adalah rincian isi yang termuat di dalam buku tersebut.
Pembangunan Hwaseong oleh Jeongjo merupakan bagian dari usahanya mengenang kematian tragis ayahnya, mengendalikan berbagai kekuatan politik dan juga sebagai upaya memperkuat kewenangan raja. Hal itu juga terkait dengan keinginan terakhir sang raja seperti yang berulangkali disampaikannya, bahwa dia akan turun tahta sekitar tahun 1804 dan memperturutkan keinginan hatinya untuk mendalami ilmu pengetahuan di Hwaseong setelah lengser dari singgasana. 
Namun rencana sang raja tidak berjalan seperti yang diinginkannya. Hanya 5 tahun kemudian, yaitu di bulan Juni 1800, Jeongjo secara mendadak meninggal dunia dalam usia 49 tahun. Sesudah kematiannya, keberadaan benteng itu juga mulai surut.
Ia dimakamkan bersama dengan istrinya di pemakaman kerajaan Geolleung (건릉, 健陵) di kota Hwaseong.
Pada tahun 1776, raja Jeongjo juga membangun sebuah perpustakaan didalam kompleks istana.
Perpustakaan kerajaan menyimpan manuskrip raja dinasti Joseon, lukisan, karya kaligrafi dan sebagainya. Raja Jeongjo membangun perpustakaan kerajaan itu sebagai semacam lambang pusat politik inovatif untuk mempertahankan persekongkolan pengkhianatan dan kekuasaan tirani oleh kelompok sanak saudara pihak permaisuri dan pejabat asisten di istana. Secara pendek, itu adalah lambang kekuatan raja.
Jeongjo memiliki banyak dukungan dari banyak sarjana Silhak termasuk Jeong Yak-yong, Yu Deuk-gong, Pak Ji-won dan Pak Je-ga, dan sebagai tambahan para sarjana Silhak mendukung kekuasaan kerajaan Jeongjo. Pemerintahan Raja Jeongjo juga menyaksikan pertumbuhan lebih lanjut dan perkembangan kebudayaan populer Joseon.
Pada tahun 1781, sebuah perpustakaan lain dibangun di pulau Ganghwa secara terpisah, semacam perpustakaan cadangan. Itulah ‘Oegyujanggak’ yaitu ‘gyujangggak di luar istana’. Selama invasi Mongolia pada abad ke-13, raja di masa dinasti Goryeo membangun tempat berlindung mereka di pulau ini. Hal itu menunjukkan pulau Ganghwa sangat cocok secara geografis sebagai tempat berlindung, dan itulah alasannya mengapa fasilitas cadangan perpustakaan kerajaan dibangun di pulau itu pada abad ke-18. Buku, catatan keluarga raja, manuskrip raja, segel dan lain lain dipindahkan ke perpustakaan kerajaan di luar istana tersebut.

Buku buku itu diambil oleh Prancis selama armada angkatan laut Prancis melakukan invasi ke pulau Ganghwa tahun 1866, yang disebut “Byeongin Yangyo”,. Sebelum invasi terjadi, jumlah buku yang disimpan di perpustakan itu mencapai 6,130 dengan 1,042 jenis buku yang berbeda. Semua dan setiap buku di sana memiliki nilai penting sebagai aset budaya saat ini. Jenderal Roze dan 170 anak buahnya dari angkatan laut Prancis menginvasi pulau Ganghwa. Angkatan laut Prancis menginvasi Joseon dengan dalih dinasti Joseon membunuh misionaris Prancis. Angkatan laut Prancis mengundurkan diri setelah 40 hari berperang. Tetapi, waktu itu, pasukan Prancis menemukan buku buku Oegyujanggak di pulau itu, dan terkesan saat melihat mutu kertas buku dan ikatan buku buku yang sangat halus itu. Saat mundur dari Korea, mereka mengambil 345 buku kerajaan Korea dan membakar buku-buku lain yang tersisa. Sehingga ada 345 buku-buku Oegyujanggak yang dicuri oleh pasukan Prancis pada waktu itu.
Jenderal Roze mempersembahkan buku itu kepada Napoleon III, kemudian, dipindahkan ke perpustakaan nasional Prancis dan kemudian terlupakan dalam sejarah. Keberadaan buku-buku masa kuno Korea yang berada di Prancis itu kembali diketahui oleh Korea pada tahun 1975 saat seorang penyusun bibliografi menemukan buku itu dalam perpustakan nasional Prancis. Pemerintah Korea menuntut pengembalian buku itu pertama kali pada tahun 1992. Setahun kemudian, waktu presiden Prancis, Francois Mitterrand mengunjungi Korea Selatan, dia mengisyaratkan bahwa negaranya merencanakan akan mengembalikan buku kuno itu kepada Korea dan bahkan ketika itu menyampaikan salah satu buku itu kepada presiden Korea Selatan, Kim Young–sam dengan bentuk pinjaman. Namun, sekarang walaupun 14 tahun berlalu, buku buku kuno Korea itu masih tinggal di perpustakaan nasional Prancis . Perampokan aset budaya di negara lain adalah tindakan kejahatan di bahwa undang-undang internasional, dan mereka harus mengembalikan buku itu tanpa syarat apapun.
Pada bulan Maret 2009,kumpulan surat dari raja Jeongjo yang berisi 299 pucuk surat dibuka kepada masyarakat, sehingga perhatian terhadap raja Jeongjo menjadi tinggi lagi.
Tidaklah mengherankan kalau Raja jeongjo menjadi raja yang begitu dipuja oleh rakyatnya bahkan hingga kini.
Dan kebanyakan film-film drama korea yang bertajuk kolosal atau Saeguk (istilahnya) banyak menjadikan pemerintahan raja Jeongjo sebagai latar belakang cerita drama tersebut. Antara lain Drama seri "YI SAN" dimana Han Ji Min berperan sebagai Raja Jeongjo.
Han Ji Min yang memerankan Raja Jeongjo diserial Yi San
Painter of the Wind (SBS, 2008) - Drama Korea ini diadaptasi dari sebuah novel yang berjudul Painter of the Wind oleh Lee Jeong-myeong, ia merupakan seorang raja yang melindungi para seniman dan ia juga memberi mereka tugas-tugas.
  • Portrait of a Beauty - sebuah film adaptasi dari novel Painter of the Wind oleh Lee Jeong-myeong di tahun 2008


SungKyunKwan Scandal - Sebuah drama sejarah Korea tentang seorang gadis yang memasuki universitas sungkyunkwan selama masa pemerintahan jeongjo pada waktu ketika wanita dilarang untuk sekolah dengan penalti hukuman pancung bila tertangkap.
  • The Ballad of Seoul - juga dikenal sebagai "Conspiracy in the Court", kisah ini dimulai dari sebuah misteri yang melibatkan intrik istana yang mengelilingi raja dan para menterinya yang konservatif.
  • 8 days Mystery of Jeongjo's Assassination-Seri kabel 10 episode drama, menggambarkan kejadian-kejadian misterius yang mengelilingi Jeongjo ketika ia bepergianke situs lengkap Hwaseong, dimana ia berencana untuk memindahkan ibukota negaranya
  • Hong Guk-yeong (TV series) - Drama ini mengisahkan tentang Hong Guk-Yeong, tangan kanan Jeongjo.  
  • Nama Lengkap Anumertanya
  • Raja Jeongjo Gyeongcheon Myeongdo Hongdeok Hyeonmo Munseong Muryeol Seongin Janghyo yang Agung Korea
  • 정조경천명도홍덕현모문성무렬성인장효대왕
  • 正祖敬天明道洪德顯謨文成武烈聖仁莊孝大王  
 Keluarga

  • Ayah : Putra Mahkota Sado (사도세자, 1735–1762)
    Ia diberikan nama anumerta "Jangjo" (장조)
  • Ibu : Ratu Heongyeong dari klan Poongsan Hong (헌경왕후 홍씨, 1735–1815)
Selir-selir :
  1. Ratu Hyoui dari klan Cheongpung Gim (효의왕후 김씨, 1753–1821)
  2. Selir Wonbin dari klan Pyeongsan Hong (원빈 홍씨, 1766–1779)
  3. Selir Hwabin dari klan Yun (화빈 윤씨, 1765–1824)
  4. Selir Uibin dari klan Seong (의빈 성씨, 1753–1786)
  5. Selir Subin dari klan Park (수빈 박씨, 1770–1822)
Keturunan :
  1. Pangeran Pewaris Munhyo (문효세자, 1782–1786), Putra Tunggal Selir Ui dari klan Seong.
  2. Pangeran Pewaris Kerajaan (왕세자,1790–1834), Putra Tunggal Selir Su dari klan Park.
  3. Seorang putri Selir Ui dari klan Seong.
  4. Puteri Sukseon (숙선옹주, 1793–1836) Putri Tunggal Selir Su dari klan Park.
  5. Puteri Sanggye (상계군, 1770–1786), Putra Adopsi Selir Won dari klan Hong.
















































































































































































































































Comments

  1. pencipta Hangeul itu Raja Sejong, raja yang ke-4 dari Dinasti Joseon bukannya Raja Jeongjo (Raja ke-22)
    kayanya salah tuh infonya

    http://id.wikipedia.org/wiki/Raja_Sejong_yang_Agung

    ReplyDelete
  2. Terima kasih banyak atas koreksinya..anda betul bahwa Yang menciptakan Hangukl adalah Raja Sejong dan bukan Raja Jeongjo..Author minta maaf atas kesalahan informasi ini dan sdh diperbaiki..sekali lagi terima kasih atas infonya..mohon tegurannya bila ada kesalahan lagi :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima Kasih sudah memberikan komentar dihalaman IniSajaMo