Pembuat Kaligrafi Hebat, Kim Jeong-hui

Gaya penulisan kaligrafi terkenal, Chusache
Bagi masyarakat Korea zaman sekarang yang menggunakan karakter huruf Hangeul asli, penulisan kuno dengan karakter Cina nampaknya terlihat memiliki gaya yang sama. Akan tetapi, gaya penulisan Chusa yang diperkenalkan oleh Kim Jeong-hui secara sekilas menarik banyak perhatian dengan ciri khas yang kuat. Chusache, gaya penulisan Kim Jeong-hui memiliki ciri khas, yaitu goresan yang kuat, garis-garis yang kaku, ketebalan garis yang bervariasi dan komposisi ruang yang istimewa. Kim Jeong-hui memaksimalkan kualitas gambar yang melekat pada karakter Cina melalui Chusache yaitu sebuah hasil karya dari perjuangan hidupnya yang panjang.

Sebuah talenta alami kaligrafi
Kim Jeong-hui lahir pada tahun 1786 di wilayah Yesan, Provinsi Chungcheong Selatan sebagai seorang keturunan dari marga Gyeongju Kim, seorang keluarga ningrat yang berkuasa pada periode akhir Dinasti Joseon. Kim Jeong-hui telah menunjukkan tanda-tanda kejeniusannya sejak masa kecil. Saat dia masih berusia 7 tahun, Kim Jeong-hui menulis sebuah frasa menyambut permulaan musim semi dan dipasang di gerbang luar rumahnya. Tulisan tangannya sangat luar biasa hingga ketika Chae Je-gong, seorang Perdana Menteri pada masa pemerintahan Raja Jeongjo, melewati rumah Kim Jeong-hui, dia melihat tulisan tersebut dengan penuh kekaguman. Seorang sarjana terkemuka dari Silhak, Park Je-ga juga melihat tulisan ini dan mengungkapkan keinginannya untuk mendidik anak tersebut setelah anak tersebut beranjak dewasa. Delapan tahun kemudian, Kim Jeong-hui menjadi murid dari Park Je-ga.



Membangun dasar-dasar Chusache
Dengan belajar dibawah bimbingan Park yang merupakan tokoh terkemuka dari Northern School di Silhak, Kim Jeong-hui mengusulkan adanya sebuah reformasi melalui penerimaan budaya asing bersama dengan para sarjana lain yaitu, Hong Dae-yong dan Park Ji-won. Pada usia 24 tahun, Kim Jeong-hui lulus ujian sarjana klasik dan pergi mengembara bersama ayahnya ke Dinasti Qing. Hal itu merupakan kesempatan emas bagi Kim Jeong-hui yang memiliki impian untuk belajar dan merasakan kebudayaan Dinasti Qing. Kim Jeong-hui bergaul dengan beberapa orang Sarjana Konfusius terkemuka, Ruan Yuan dan Cao Jiang, demikian juga dengan sarjana dan penulis aligrafi terkenal, Fanggang Weng, dia pun belajar Konfusius Qing. Selain itu, dia berhasil memperluas pengetahuannya dengan mempelajari goresan prasasti Cina sejak zaman Dinasti Han. Ketika dia berusia 31 tahun, Kim Jeong-hui mengumumkan bahwa prasasti monumen Bukhansan merupakan monumen yang didirikan untuk merayakan keberhasilan ekspansi wilayah dari Raja Silla, Jinheung, Hal ini menjadikan Kim Jeong-hui sebagai seorang ahli epigrafi terkemuka. Kim Jeong-hui menjadi seorang wakil intelektual Asia abad ke-19 untuk ilmu dan pencapaiannya dalam berbagai disiplin ilmu termasuk klasik Cina, Budhisme, Literatur dan Seni.

Kim Jeong-hui juga memperoleh jalan yang mulus di pemerintahan dan mencapai posisi Wakil Menteri Peperangan pada puncak karirnya. Namun, dia menjadi korban dalam sebuah perselisihan politik pada tahun 1840 yang menyebabkan dia harus diasingkan ke Pulau Jeju. Dia menjalani hukuman paling berat dalam pengasingan, dimana dia dikurung didalam jeruji berduri. Selama masa sulit inilah, Kim Jeong-hui menghasilkan karya-karya seni terbaiknya.

Karya seni disempurnakan dalam kesendirian
Kim Jeong-hui menghabiskan waktu 9 tahun dalam pengasingan, berjuang dalam kesendirian dan perhatiannya tertuju ke seni. Setelah menghabiskan seribu kuas dan sepuluh batu tinta, masing-masing hingga menembus lubang diujung paling bawah akibat penggunaan yang terus menerus, akhirnya Kim Jeong-hui berhasil menguasai Chusache. Dalam Chusache, karya seni kaligrafi Kim Jeong-hui telah mencapai tingkat dimana kata-kata menjadi puisi dan puisi membentuk sebuah lukisan. Pada kanvas, Kim menggambar dunia dalam dirinya dan ditampilkan dalam karya seni literaturnya. Karya seni terbaik Kim Jeong-hui adalah ‘Sehando’ yang dipuji sebagai lukisan terbaik dalam karya seni literatur Korea.


 Pada tahun 1849, Kim Jeong-hui dibebaskan dari pengasingannya, tetapi dua tahun kemudian, dia dikirim ke pengasingan kembali di provinsi yang sekarang dikenal dengan nama Propinsi Hamgyeong Selatan. Kim Jeong-hui menghabiskan akhir hidupnya di Gwangcheon, provinsi Gyeonggi dan meninggal dunia pada usia 71 tahun. Namun, hidupnya tidak penuh dengan kebencian dan kesedihan. Sebagai seorang yang terkenal pembuat kaligrafi, seniman, sarjana, penulis puisi dan karya tulis, Kim Jeong-hui mempersembahkan hidupnya demi pekerjaan yang terus membawa hati dan jiwanya hingga saat ini.






Source : KBS

Comments