Pendiri Agama Donghak, Pembelajaran Timur, Choi Je-u


Pernyataan Humanisme Yang Berkumandang 150 Tahun Lalu
150 tahun lalu, sebuah filsafat 'manusia adalah Tuhan' atau 'manusia dan Tuhan adalah satu' meniupkan angin perubahaan di kerajaan Joseon yang membedakan kalangan bangsawan dan rakyat jelata. Pikiran itu mendapat reaksi dan simpati dari masyarakat. Namun, pemerintah menjatuhkan hukuman kepada pendiri filsafat itu karena filsafat itu mengacaubalaukan keadaan status sosial. Demikianlah Choi Je-u yang menghadapi sistem kalangan sosial yang feodal.

Mendirikan Donghak Dengan Menjadi Je-u Yang Berarti 'Menyelamatkan Negara'
Walaupun Choi Je-u lahir dari keluarga bangsawan di daerah Gyeongju, namun dia putra dari seorang selir, sehingga sulit untuk memperoleh jabatan di pemerintahan. Dia semasa kecilnya tidak begitu bahagia karena ibu dan ayahnya meninggal dunia saat dia masih kecil.

Setelah kehilangan kedua orang-tuanya, dia mulai bertualangan dan pengalaman yang semakin tertumpuk membuat dia memahami masalah sosial kerajaan Joseon dan mencari jalan keluarnya. Setelah kembali ke Gyeongju pada tahun 1859, dia mengubah namanya sebagai 'Je-u' yang berarti 'menyelamatkan rakyat yang bodoh' dan tahun berikutnya, yaitu tahun 1860, dia mendirikan agama Donghak.


Donghak Yang Tersebar Ke Masyarakat
Saat dia mendirikan Donghak, Joseon diancam oleh negara-negara dari Barat. Untuk menghadapi agama Katolik yang biasa disebut sebagai 'Pembelajaran Barat', Choi Je-u menamai agama yang dia dirikan sebagai Donghak yang berarti 'Pembelajaran Timur'.

Pada waktu itu, kepercayaan memerintah Joseon 'ilmu neo-konfusianisme' tidak berfungsi akibat korupsi dan penindasan dari kalangan bangsawan, sehingga kepercayaan 'semua umat manusia sama pada dasarnya' memberikan arah yang baru di dalam Joseon abad ke-19. Oleh karena itu, agama tersebut disambut hangat oleh rakyat biasa yang mengalami kesengsaraan akibat korupsi, penindasan, kemiskinan, dll.


Seruan Terus Berlangsung
Kekuasan Donghak semakin meluas, sehingga kalangan bangsawan yang terancam mengkritik Donghak sebagai pembelajaran yang menyesatkan masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah pada waktu itu menangkap Choi Je-u pada tahun 1862 dan dua tahun kemudian, mengeksekusi Choi Je-u. Namun, kekuasaan Donghak sama sekali tidak melemah, malah penerusnya Choi Si-hyeong dan para penganutnya melakukan gerakan pada tahun 1890-an untuk menjadikan Donghak sebagai agama yang resmi.

Gerakan tersebut menyemarakkan suasana gerakan revolusi Donghak dari para petani sejak tahun 1894 walaupun tidak berhasil, namun Donghak berperan penting dalam gerakan kemerdekaan 1 Maret tahun 1919 setelah nama Donghak itu diubah oleh Son Byeong-hee sebagai agama Cheondo atau 'Cheondogyo'. Filsafat Choi Je-u, Donghak yang mempraktekkan kesetaraan manusia dapat dikatakan sebagai pernyataan humanisme yang terungkap dalam keadaan status sosial yang mengalami diskriminasi 150 tahun lalu.



Source : Korean History/KBS

Comments

  1. hey, thanks buat infonya :)
    berguna banget buat mata kuliahku ni..aku lagi nyari ttg budhisme dan donghak di korea :)
    gomapta :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima Kasih sudah memberikan komentar dihalaman IniSajaMo