Martir Di Masa Kerajaan Shilla, Yi Cha-don


Kematian Yi Cha-don
Di kuil Baekryul yang dibangun pada awal abad ke-9, tersimpan sebuah tulisan yang menceritakan tentang keadaan dramatis detik-detik saat Yi Cha Don dieksekusi mati sebagai seorang martir pada tahun 527, yaitu tahun ke-14 Raja Beopheung.

Saat dieksekusi, susu putih dimuntahkan dari lehernya, maka hujan bunga pun turun dari langit, dan tanah pun ikut bergetar. Seluruh manusia dan benda-benda di dunia ini menangis, hewan dan tanaman pun juga ikut menangis.

Siapa Yi Cha-don, kenapa dia menghadapi kematian yang luar biasa, sampai-sampai langit juga ikut merasa sedih atas kematiannya?

Mengorbankan Diri Untuk Mengadopsi Agama Buddha
Yi Cha-don yang diperkirakan lahir pada tahun 501 atau 506 adalah keturunan dari Raja Seupbogalmun, yaitu ayah kandung dari Raja Jijeung. Saat dia masih muda, dia berhasil naik jabatan, hingga menjadi bawahan yang mengasisteni Raja Beopheng dengan bijaksana. Sebenarnya, Raja Beopheung ingin menetapkan agama Buddha sebagai agama negara, namun hal tersebut mendapat tantangan besar dari bawahan-bawahannya. Untuk menghilangkan konflik raja tersebut, Yi Cha-don mengatakan bahwa mengorbankan diri demi negara dan raja adalah tugas bawahan dan rakyat, sehingga jika dia membangun kuil di hutan Cheongyeong, negara berhak mengeksekusinya karena dia telah melanggar hukum negara.

Walaupun Goguryeo dan Baekje masing-masing telah menerima agama Buddha pada tahun 372 dan 384, namun agama Buddha belum diterima di Shilla hingga awal abad ke-6. Akhirnya, Raja Beopheung menerima ketulusan hati Yi Cha-don yang rela ingin menjadi martir untuk mengadopsi agama Buddha. Tidak lama kemudian, sebuah kuil mulai dibangun di dalam hutan Cheongyeong, dan kalangan bangsawan menyampaikan tantangan yang besar kepada raja akan hal itu. Akhirnya, Raja Beopheung memberi perintah agar memanggil Yi Cha-don.

Hujan Bunga Turun, Dan Agama Buddha Mekar 
Yi Cha-don yang berupaya untuk mengadopsi agama Buddha dan memperkuat kekuatan raja, akhirnya dieksekusi. Pada waktu itu, dia menyampaikan wasiat, ”pasti ada keajaiban setelah saya mati jikalau sang Buddha itu memang ada.”

Seperti wasiatnya, susu putih dimuntahkan dari leher, dan hujan bunga pun turun dari langit yang tiba-tiba menjadi gelap. Akhirnya, berkat pengorbanan Yi Cha-don dan keajaiban yang terus-menerus terjadi membuat kalangan bangsawan Shilla menerima agama Buddha sebagai agama negara pada tahun 527. 


Menyatukan Negara Didasarkan Pada Agama Buddha
Setelah pengorbanan Yi Cha-don, agama Buddha semakin memperkokoh posisinya di Shilla dan menjadi landasan kuat untuk mengembangkan Shilla dan menyatukan negara. Pada tahun 544, Yi Cha-don terpilih sebagai salah satu dari '10 orang suci' dan ditempatkan di kuil Heungryun. Selain itu, pilar batu yang bersisi enam yang menunjukkan situasi saat Yi Cha-don dieksekusi juga dibangun di sebuah kuil yang disebut sebagai 'Kuil Baekryul'. Walaupun dia hanya menjalani hidupnya di dunia nyata selama kurang lebih 20 tahun, namun pengorbanan dirinya untuk mengadopsi agama Buddha cukup menunjukkan betapa indahnya makna hidup yang tidak mementingkan diri sendiri. 






IniSajaMo via KBs

 

Comments