Pemimpin Revolusi Donghak, Jeon Bong-jun


Memimpin Revolusi Donghak

Menjelang abad ke-19 di kerajaan Joseon yang dinodai korupsi oleh pejabat pemerintah, masyarakat Joseon yang terganggu akhirnya melakukan pemberontakan melawan pemerintah dengan berani. Itulah Revolusi Donghak yang dilaksanakan oleh kaum rakyat untuk pertama kali dalam sejarah Korea dan kegiatan itu dipimpin oleh Jeon Bong-jun.

Obor Pemberontakan Yang Dinyalakan Untuk Dunia Baru

Jeon Bong-jun lahir di Gochang, Jella Utara pada tahun 1855. Setelah ayahnya yang merupakan guru dieksekusi dengan tuduhan memimpin pemberontakan rakyat, Jeon Bong-jun berniat untuk melakukan reformasi sosial. Saat dia berusia 30 tahun, dia menganut agama setempat yaitu Donghak dan menjadi pemimpin Donghak di daerah Gobu. Di sana, dia bergaul dengan rakyat setempat dengan membuka ruang kelas untuk anak-anak dan klinik pengobatan Oriental.

Pada tanggal 8 Januari 1894, akhirnya Jeon Bong-jun bersama dengan seribu petani dan penganaut Donghak menyerang kantor pemerintah Gobu, karena bupati daerah Gobu merampas kekayaan rakyat dan membebankan pajak yang berlebihan kepada rakyat. Walaupun rakyat memiliki ketidakpuasan terhadap kegiatan bupati, mereka tidak berani melawan, namun setelah Jeon Bong-jun menegaskan keinginan untuk mewujudkan dunia baru, mereka menyerang kantor pemerintah.

Untuk menstabilkan situasi, pemerintah Joseon mengangkat bupati baru dan membujuk para pelaku pemberontakan untuk kembali ke kehidupan sehari-hari dengan menghentikan pemberontakan. Namun, seorang pejabat pemerintah, Lee Yong-tae terus menangkap rakyat biasa untuk mencari peserta pemberontakan dan pemimpinnya, sehingga para petani sekali lagi memutuskan untuk mengadakan pemberontakan.


Dengan Menampilkan Konsep 'Bogukinmin'

Jeon Bong-jun menampilkan konsep 'Bogukinmin' yang berarti 'rakyat menjadi dasar negara, sehingga jika dasar itu lemah, negara juga runtuh' dan membujuk para penganut Donghak untuk melakukan pemberontakan sekali lagi. Dengan demikian, jumlah orang yang berkumpul di Gobu pada tanggal 4 Mei 1894 mencapai 13 ribu orang.

Jeon Bong-jun yang diangkat sebagai pemimpin tertinggi oleh para petani berhasil menduduki kota Jeonju dalam 1 bulan saja setelah menguasai sejumlah daerah di sekitarnya. Namun, pada waktu itu, situasi negara Joseon juga menjadi kacau balau akibat kedatangan pasukan Jepang di Joseon. Oleh karena itu, pasukan Jeon Bong-jun menyatakan bahwa mereka akan mundur dari kota Jeonju jikalau pemerintah menerima rencana reformasi meliputi hukuman terhadap pejabat korup, pembebasan budak, distribusi tanah yang adil, dll. Pemerintah Joseon yang tidak ingin berperang mengadakan perjanjian perdamaian dengan pasukan Jeon Bong-jun pada tanggal 7 Mei 1894.

Pemimpin Yang Gugur

Namun, perjanjian pemerintah tidak dipenuhi. Pasukan Jepang sering campur tangan dalam urusan negara Joseon, sehingga Jeon Bong-jun sekali lagi memimpin pasukan petani berjumlah 120 ribu orang untuk menyelamatkan negara dari invasi Jepang. Namun, pasukan Jeon tidak dapat menang dalam perang melawan pasukan Jepang yang memiliki senjata modern dan akhirnya Jeon Bong-jun ditangkap sehingga dieksekusi pada tahun 1895. Walaupun revolusinya tidak berhasil, namun tekad kuatnya cukup menjadi dinamika untuk gerakan kemerdekaan pada kemudian hari. Sementara, sebagian dari rencana-rencana reformasi yang dianjurkan oleh Jeon Bong-jun diterapkan dalam Reformasi Gap-o, sehingga impian Jeon Bong-jun tidak menjadi sia-sia.


IniSajaMo via KBS

Comments