Tokoh Reformis Joseon, Jo Gwang-jo


Menjawab Pertanyaan 'Apa Makna Keadilan'
Sejak tahun lalu, fenomena istimewa telah terus berlangsung di toko buku Korea, karena sebuah buku berjudul 'Apa Makna Keadilan' dari profesor Universitas Harvard, Michael Sandel laris terjual sampai-sampai sebanyak 1 juta kopi dalam 11 bulan saja habis terjual setelah penerbitan.

Buku itu membuat manusia modern untuk mencari jawaban terhadap kehidupan hakiki dan adil lewat pemikiran kembali mengenai makna keadilan. Diantara tokoh-tokoh sejarah Korea, satu-satunya orang yang mampu menjawab pertanyaan 'Apa Makna Keadilan' tiada lain adalah tokoh reformis, Jo Gwang-jo. 


Berimpian Untuk Mewujudkan Joseon Yang Adil 
Saat dia berusia 17 tahun, Jo Gwang-jo kebetulan bertemu dengan seorang tokoh bernama Kim Gwoing-phil (김굉필) yang dibuang ke tempat pengasingan di daerah Eo-cheon akibat 'Pembersihan Sastrawan Pertama pada tahun 1498', yaitu 'Muosahwa'.

Sebenarnya, situasi negara ketika Jo Gwang-jo menjalani hidupnya tidak stabil karena terjadinya kudeta yang dilakukan oleh lawan pemerintah untuk menggulingkan Yeonsangun yang naik tahta setelah raja Seongjong. Walaupun raja yang baru, yaitu raja Jungjong naik tahta lewat kudeta tersebut, namun para pejabat pemerintah tidak berhasil melanjutkan reformasi. Di dalam situasi yang kacau itu, Jo Gwang-jo yang bertemu dengan Kim Gwoing-phil yang bersifat adil dan jujur rela menyerah kehidupannya untuk menegakkan ketertiban konfusianisme Joseon.

Berimpian Untuk Mewujudkan Negara Konfusianisme Yang Ideal
Jo Gwang-jo yang mulai naik jabatan pada tahun 1510 berhasil mendapat kepercayaan dari raja Jungjong. Raja Jungjong yang ingin mereformasikan tindakan korupsi dan ketidakadilan politik pada pemerintah Yeonsangun menemukan kemungkinan baru dalam gagasan politik Jo Gwang-jo.

Jo Gwang-jo berupaya untuk memecahkan tindakan korupsi oleh para pejabat yang tergolong sebagai kelompok Hungu, melaksanakan peraturan desa yang diperlukan untuk menjaga moralitas konfusianisme dinamakan 'Hyangyak', dan menghapuskan kepercayaan takhyul. Selain itu, dia merekrut pejabat pemerintah yang berbakat tinggi, sehingga kekuasaan kelompok yang berpihak kepada Jo Gwang-jo semakin membesar. Namun, hal tersebut lebih memperburuk hubungan dengan kelompok Hungu. 


Menjaga Prinsip Dan Ketertiban 
Raja Jungjong yang naik tahta lewat kudeta dengan menggulingkan Yeonsangun menetapkan 103 pejabat yang ikut ambil bagian dalam kudeta sebagai pejabat berjasa. Namun, akibat anjuran Jo Gwang-jo, 76 pejabat kehilangan posisi dan jabatannya. Oleh karena itu, kelompok Hungu yang tidak setuju dengan Jo Gwang-jo menjeratnya, bahkan raja Jungjong yang merasa bosan terhadap anjuran reformasi Jo Gwang-jo juga berpihak kepada kelompok Hungu, sehingga akhirnya dia dieksekusi pada tahun 1591.

Walaupun gagasan reformasinya terasa sangat ideal, namun tidak begitu berhasil pada waktu itu, karena menimbulkan banyak konflik. Namun, lewat kehidupan Jo Gwang-jo, masih banyak orang menemukan jalan yang adil dalam hidupnya. Dari segi itu, tidaklah berlebihan bila mengatakan bahwa Jo Gwang-jo adalah tokoh pelopor yang telah berupaya melontarkan pertanyaan mengenai keadilan kepada kita.


IniSajaMo via Kbs world


Comments