Yeongsanjae (Musik Korea)


 Yeongsanjae

Setelah pecahnya Perang Korea, Korea Selatan tergolong sebagai negara paling miskin di dunia. Masa pendudukan Jepang dan Perang Korea tgl. 25 Juni sangat menyulitkan bangsa Korea, sampai-sampai satu-satunya tujuan kehidupan melindungi jiwa saja. Namun, pengorbanan orang-orang yang membela diri demi bangsa dan negara menjadikan penampilan Korea Selatan pada saat ini. Tanggal 6 Juni pada setiap tahun diperingati sebagai hari pahlawan untuk mengenang pahlawan nasional Korea. Secara resmi, presiden dan pejabat pemerintah mengadakan upacara peringatan dan mengunjungi Taman Makam Pahlawan Nasional. Selain itu, di sebuah kuil di Shinchon, yaitu kuil Bongwon, upacara ritual agama Buddha dinamakan 'Yeongsanjae' digelar agar arwah mendapatkan pencerahan dan pembebasan dari karma. Yeongsanjae yang bersejarah panjang diadakan seiring dengan musik dan tarian khas, sehingga ditetapkan sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Non-bendawi Manusia UNESCO.

Lagu yang dinyanyikan dalam upacara ritual Yeongsanjae disebut sebagai 'Beompae.' Sebenarnya, Beompae dapat dikatakan sebagai mantra dan pembacaan sutra Buddha, bukan lagu, karena biksu mengungkapkan mantra dari sang Buddha dan biksu agung. Pada 1500 tahun lalu, musik agama Buddha dari India disampaikan ke Korea melalui jalur sutera di Cina. 'Beompae' berarti 'bunyi yang disampaikan dari India.' Setelah biksu bernama Jingam pada era kerajaan Shilla Bersatu mempelajari Beompae yang bergaya baru di kerajaan Tang, Cina, Beompae menyebar secara lebih luas.

Beompae dapat dilaksanakan oleh biksu yang mempelajarinya secara profesional. Melantunkan lirik lagu dengan panjang merupakan ciri khas dari Beompae. Misalkan, untuk melantunkan 9 buah kata, memakan waktu 1 jam. Untuk mengucapkannya sesuai dengan irama musik, seseorang harus memerlukan konsentrasi tinggi. Oleh karena itu, para biksu yang melantunkan Beompae menganggap kegiatannya sebagai salah satu cara untuk mempraktekkan disiplin diri.

Yeongsanjae diiringi tarian. Tarian adalah juga salah satu cara untuk mempraktekkan displin diri, sehingga dilaksanakan oleh para biksu. Hal tersebut disebutkan sebagai 'Jakbeop' yang berarti 'membuat peraturan.' Dengan kata lain, mereka mengekspresikan ajaran dari Sang Buddha lewat gerakan badan. Tarian ritual agama Buddha terdiri dari 'Beopgochum' yang menari dengan memukul gendang besar kuil, 'Barachum' yang menari dengan membawa alat musik 'Bara' yang disampaikan dari India, 'Nabichum' yang menari dengan mengenakan pakaian indah sepeti halnya kupu-kupu, dan 'Tajumu' yang menunjukkan arah untuk mencapai penerangan sempurna. Yeongsanjae merupakan ritual untuk mendoakan ketenangan arwah dan kehidupan baru di nirwana bagi orang yang telah meninggal dunia. Namun, ritual tersebut memiliki makna lebih besar, karena membuat semua makhluk hidup yang berkumpul di sana, baik orang yang hidup maupun makluk sepele bukan orang memperoleh kesadaran dengan mendengarkan khotbah Sang Buddha. Seperti halnya larva yang menjadi kupu-kupu terlepas dari kepompongnya, Yeongsanjae digelar untuk membuat manusia terlepas dari keprihatinan dan mendapatkan pembebasan dari karma.





Source:kbsworld
 

Comments