Hwimori Japga ( Musik )

 Hwimori Japga



Cheonggyecheon adalah nama anak sungai yang mengalir di pusat kota Seoul. Untuk tujuan pengembangan ekonomi pada tahun 1960 dan 70-an tahun, anak sungai itu pernah ditutupi semen untuk dijadikan jalan raya, namun memasuki tahun 2000, anak sungai itu direhabilitasi. Karenanya, saat ini, Cheonggyecheon yang penampilannya bersih menjadi tempat istirahat bagi warga penduduk Seoul.

Cheonggyecheon berasal dari gunung Bukak dan Inwang dan mengalir ke arah Timur melalui pusat kota Seoul. Kemudian anak sungai itu bergabung dengan anak sungai Jungrangcheon menuju ke sungai Han. Cheonggyecheon menjadi pusat kehidupan warga penduduk Seoul, yaitu menjadi tempat mencuci pakaian bagi ibu rumah tangga, tempat bermain bagi anak-anak, dan tempat istimewa menjelang hari raya bulan purnama Daeboreum. Selain itu, di sekitar Cheonggyecheon, pementasan pelawak menarik minat masyarakat. 


Di era Joseon, ada banyak badan pemerintah di depan pintu gerbang Gwanghwamun, sehingga sekitar Cheonggyecheon selalu dilewati pejabat pemerintah, pembantu, rakyat biasa, dll. Ada lagu yang mengibaratkan penampilan berbagai kalangan masyarakat di sekitar Cheonggyecheon yang menarik, yaitu Nyanyian Maengkkongi.

Sebenarnya, Cheonggyecheon bukanlah anak sungai yang besar. Karena banyak masyarakat tinggal di sekitarnya, berbagai barang bertumpuk disana. Karenanya, menjelang musim hujan pada musim panas, anak sungai Cheonggyecheon itu sering banjir. Biasanya, di musim hujan, ada sejenis katak yang dinamakan Maengkkongi mengeluarkan suara riuh. Penampilan 5 ekor Maengkkongi yang naik di atas sepatu kayu usang yang hanyut di air sungai terasa seperti kalangan atas Yangban yang bermain dengan naik kapal. Nyanyian Maengkkongi menceritakan beraneka macam penampilan manusia seperti janda yang kehilangan suami akibat kekacauan negara, sarjana yang berjalan di sekitar Cheonggyecheon, ibu yang ingin bunuh diri setelah bertengkar dengan selir suaminya, dll. Lagu itu terasa nyata dan lucu, sehingga kita terpaksa harus tertawa terbahak-bahak ketika mendengarkan nyanyian itu.

Sejenis nyanyian tradisional Korea dinamakan ‘Hwimori Japga’ berarti lagu bermacam-macam yang dilantunkan secara lebih cepat. Dengan kata lain melantunkan lagu yang berisi cerita panjang tentang kehidupan rakyat yang sederhana dan alami dengan irama cepat lewat tamsil-tamsil. Nah, kali ini, mari kita dengarkan nyanyian batu. Barangkali, ini cerita seseorang yang mengunyah batu ketika dia tengah makan nasi. Karenanya dia melantunkan lagu tentang batu yang terkenal di seluruh daerah di Korea. Yang lucunya adalah ketika dia membuka tutup panci untuk memakan kerak setelah menghabiskan nasinya, dia menemukan sepasang hewan ajaib Haetae di dalamnya.

Biasanya, lagu yang dibuat berdasarkan pantun atau puisi Cina yang dinamakan ‘Gagok’, ‘Gasa’, ‘Sijo,’ dll disebut sebagai ‘Jeongga’ yang berarti lagu yang benar. Semua lagu kecuali lagu ‘Jeongga’ disebut sebagai ‘Japga.’ Memang, Pansori atau lagu rakyat juga tergolong sebagai ‘Japga.’ Namun, di era ini, 'Japga' berarti nyanyian yang dilakukan oleh penyanyi profesional yang berbeda dengan lagu rakyat. Ada '12 Japga' yang dilantunkan sambil duduk, dan ada 'Seonsori Santaryeong' yang dilantunkan sambil berdiri dan sambil menari. 'Hwimori Japga' dilantunkan ketika penyanyi Seonsori Santaryeong menyelesaikan pementasannya. Nah, lagu berjudul 'Nyanyian Gombo' terkenal sebagai 'Hwimori Japga' menonjolkan banyak sisi humor dan sindiran tajam. Lagu itu berisi kisah seorang biksu bermuka bopeng yang muncul di sekitar kali namun penampilan yang jelek itu membuat segala jenis ikan di dalam kali melarikan diri karena terkejut. Selain ikan air tawar, tiba-tiba muncul juga gurita, ikan tongkol, dan ikan kakap kuning. 





Source :kbs

Comments